Wednesday, November 17, 2004

Mencari Istri Sempurna

Oleh :Firman Venayaksa



Hamba mencari istri sempurna. Lelah hati dan jiwa. Hamba mencari kemana-mana, alhasil hamba tak sanggup temukan belahan jiwa itu. Setiap hari hamba berdoa, namun belum
juga terkabul. Mungkin inilah perjuangan. Lama-lama hamba mulai menikmati kehidupan ini. Walaupun jemu pernah hinggap dalam kamus kehidupan hamba, meraung-raung dalam
sunyi.

Sungguh, di dunia yang maya ini, hamba mencoba menghindar dari gundukan dosa, namun laron-laron dosa itu sesekali berduyun mendekati hamba. Sekuat ruh hamba berlari- berlari menuju cahaya, dan konon, salah satu kendaraan untuk mendekatkan diri dengan cahaya itu adalah mendapatkan seorang istri. Ya, hamba mencari istri sempurna, agar
hamba bisa menyempurnakan niat hamba, bercengkrama dengan cahaya sejati.

Hamba bergelut dengan hari-hari, mencari secercah cahaya untuk bisa hamba huni dari kegelapan yang semakin gandrung menyelimuti hati hamba lagi. Hamba akui di setiap arah jam yang bergulir ada terpendam berjuta rahasia yang tak bisa hamba singkap keberadaannya, tak mampu hamba kuliti satu persatu apa gerangan yang diinginkan Allah. Tadinya hamba berpikir bahwa hamba telah mampu meredam satu niatan hamba
itu, mengubur riak-riak kehidupan yang hamba bangun dengan pondasi rapuh. Rupanya detak suara jarum jam semakin besar menghentak-hentak dan memekakan telinga hamba, lalu hamba kembali terpuruk, pikiran hamba terhuyung-huyung melangkahkan kaki tak tentu arah.

Suatu hari, hamba bertemu dengan mawar. Di taman itu ia hidup sendiri. Warnanya yang merah merekah membuat mata terkagum-kagum. Ingin rasanya hamba mempersuntingnya,
memetik segala hasrat yang mulai basah kuyup dengan segala keinginan.

Sang mawar tak sadar bahwa ada yang mengamatinya. Ya Tuhan harum sekali. Ya, ketika pagi merambat, hamba merasakan keharuman yang luar biasa. Merambat ke seluruh ubun- ubun, keharuman yang menakjubkan. Hamba memberanikan diri untuk menyapanya.

"Selamat pagi, Mawar." Mawar tersenyum, senyum yang menyejukkan.
"Selamat pagi. Ada apakah gerangan, sehingga pagi-pagi begini anda bertamu ke taman yang sepi ini?"

"Hamba berniat mencari istri yang sempurna. Setiap hari tanpa sepengetahuan anda, hamba mengamati anda, lalu tumbuhlah sejumput rasa tertentu yang tak bisa terdefinisi. Anda telah menyampaikan keharuman itu lewat wewangian yang disampaikan angin. Hamba pikir andalah yang hamba cari, belahan jiwa yang sekian lama memikat hamba untuk hidup dalam kembara."

"Betulkah aku yang anda cari? Tak malukah anda menikah dengan bunga sederhana sepertiku? Apa yang membuat anda terkagum? Tak banyak yang bisa aku berikan untuk anda."

"Mawar, sudah lama hamba mencari istri yang sempurna. Mungkin inilah harapan terakhir. Melihat warnamu yang memerah, hamba terkesima. Jika anda mengizinkan, hamba
ingin melamar anda. Mari kita arungi bahtera hidup ini."

"Kalau betul itu yang anda inginkan, baiklah. Tunggu barang satu minggu, setelah itu jenguklah aku kembali."

"Terimakasih mawar. Ternyata hamba tak salah pilih. Seminggu lagi hamba akan kesini."

Hamba lantas meninggalkannya sendiri di taman itu. Hamba pergi diiringi senyum yang dramatis. Hati hamba seketika terbang ke langit. Sebentar lagi penantian hamba berakhir, hamba akan mendapatkan istri yang sempurna.

Seminggu berlalu, hamba mendatangi taman itu. Langkah kaki bersijingkat dengan sempurna, cepat dan gemulai. Ketika hamba tiba di tempat itu, tiba-tiba hati hamba melepuh, berterbanganlah harapan yang sempat mewarnai relung hati yang basah dengan tinta penantian. Mawar yang akan hamba persunting, yang akan hamba petik ternyata tak lagi berada di tangkainya. Ia telah luruh ke tanah merah, beserakan tak karuan, tak jelas lagi juntrungannya. Hamba tak habis mengerti, mengapa semua ini harus terjadi?

Warna yang tadinya memerah, kini berubah kecoklat-coklatan, menjadi keriput, tak sesegar seperti minggu kemarin. Hamba menghampirinya, duduk termenung seperti seorang bocah yang merengek meminta mainan yang telah rusak. Dengan terbata-bata hamba berusaha menyusun kata-kata, menuai kalimat-kalimat. Namun mulut hamba teramat kelu, tak bisa lagi dengan sporadis menelurkan deretan huruf.

"Selamat pagi. Masihkah ada keinginan untuk menikah dengan ketidaksempurnaanku? Inilah aku, sang mawar yang sempat membuatmu terkagum. Mengapa wajah anda tercengang dan seolah tak memahami hakikat hidup?"

"Mengapa anda menjadi seperti ini? Apakah gerangan yang salah?"

"Tak ada yang patut disalahkan. Ini adalah siklus kehidupan. Hamba hanya bisa bertabah menghadapi takdir yang membelenggu. Ini jalan yang harus hamba jalani."

"Tapi hamba mencari istri yang sempurna, Mawar."

"Jika demikian, aku bukanlah belahan jiwamu."

Hamba beranjak dari tempat itu. Kekecewaan menghantui setiap langkah yang hamba bangun. Air mata menderas. Mawar yang sempat mencengkram jiwa, kini hanya onggokan
ketakutan yang tak pernah hamba mimpikan sebelumnya.

***

Kini hamba berjalan lagi menyusuri waktu, mencari istri yang sempurna. Di tengah perjalanan, hamba melihat merpati yang terbang, menari di udara. Sayap-sayapnya ia
sombongkan ke seluruh penjuru alam. Sungguh cantik ia, membuat cemburu para petualang. Lagi-lagi terbersit sebuah keinginan. Keinginan klasik: Inilah istri yang sempurna, semoga hamba bisa mendapatkannya. Merpati itu hinggap di ranting pohonan. Hamba memberanikan diri untuk memulai percakapan.

"Wahai merpati, tadi hamba melihatmu bercengkrama dengan angin. Bulu putihmu yang kudus, menjadikan harapan dalam batin kembali tumbuh."

"Apa yang hendak anda inginkan?"

"Hamba mencari istri yang sempurna. Andalah yang hamba cari."

"Betulkah aku yang anda cari?"

"Ya tentu. Hamba ingin anda terbang bersama hamba, membangun sebuah keindahan, mengarungi bahtera kehidupan."

"Jika demikian, silahkan tangkap aku. Apabila anda berhasil menangkap diriku, aku berani menjadi belahan jiwa anda. Aku akan belajar menjadi apa yang anda inginkan."

"Tapi bagaimana mungkin hamba bisa menangkap anda? Anda mempunyai dua sayap yang indah dan memesona, sedangkan hamba hanya manusia yang bisa menerbangkan imajinasi saja, selebihnya hamba adalah pemimpi yang takut dengan kehidupan."

"Segala sesuatu mungkin saja terjadi, asalkan ada maksud yang jelas dan lurus. Lebih baik anda pikirkan kembali niatan anda itu. Betulkah aku pasangan yang anda cari?
Maaf, hamba aku bercengkrama dulu dengan angin, sampai jumpa."

Hamba tak bisa berkata banyak, merpati telah terbang bersama angin. Angin, oh... rupanya kekasih sejati merpati adalah angin. Hamba tak mau merusak takdir mereka.
Bagaimana kata dunia kalau hamba dengan paksa menikahi sang merpati? Dunia akan mencemooh hamba sebagai manusia paling bodoh yang pernah dilahirkan. Tapi kemanakah lagi hamba harus mencari pasangan jiwa?

***

Itulah kabar hamba dulu. Meniti berbagai penderitaan untuk menyempurnakan segala beban yang melingkar di dasar palung jiwa hamba. Itulah gelagat hamba dulu, seperti seorang pecinta yang berkelana tak jelas arah dan tujuan, menghujani kulit lepuh para bidadari, menjadikan mereka gundah, berenang di atas lautan hampa. Begitu juga hamba.
Ya, kabar hamba dulu! Memekik cinta yang bergemuruh, membadai, bercengkrama, meraja, bersengketa, meracau seperti burung kondor yang rindu bangkai-bangkai kematian.
Dulu hamba tersesat dalam labirin sunyi tanpa nama. Hamba nyaris seperti mayat yang bergentayangan di siang hari, diperbudak angan-angan, bertubi-tubi mulut hamba memukul angin.

Sampai suatu malam, ketika keheningan mengambang di udara, berderinglah sebuah telepon selular yang teronggok di atas sajadah harapan. Kala itu hamba tidur lelap, mencipta mimpi yang samar. Hamba dibangunkan oleh gemuruh suara ring tone. Anehnya, suara selular itu tidak lagi menggelayutkan melodi seperti biasanya. Suaranya aneh tapi nikmat dan menyejukkan. Kalau tidak salah seperti ini:
Allahuakbar....Allahuakbar...Allahuakbar... Kontan saja hamba terhenyak dan sempat kaget. Hamba mencoba memicingkan mata yang berat seperti terbebani satu ton serbuk besi. Di dinding kamar hamba melihat detak jam yang mengarah pada nomor tiga. Masih sepertiga malam. Siapa gerangan yang berani mengusik persemayaman indah ini? Lalu
hamba mulai merunut kata-kata.

"Halo, siapa anda? Mengapa membangunkan hamba? Biarkan hamba beristirah barang sejenak." Hening, tak ada jawaban. Hamba pikir, ini pasti gelagat orang jahil yang mencoba berimprovisasi. Tapi ketika hamba mau menutup telepon selular, hamba mendengar suara yang menggelegar. Bukan, suara ini bukan dari telepon selular, tapi dari segala penjuru mata angin. Keringat mulai menghujan, ketakutan bersalaman di batin, air mata tak bisa hamba bendung, dan rasa rindu mencengkram hamba dari belakang, rindu yang tak terdefinisi. Mungkinkah doa-doa hamba yang terdahulu akan
terkabul? Siapakah gerangan yang bicara? Setelah bermilyar doa berjejalan di udara, hamba harap seuumpt cahaya itu yang bicara Ya, semoga bukan kepalsuan yang bicara.

Suara itu makin keras terdengar. Suara itu berkata seperti ini.

"Betulkah kau mencari istri yang sempurna?" Dengan terbata-bata hamba bilang, "Ya... ya.. hamba mencari istri yang sempurna. Mampukah anda mengabulkan keinginan hamba yang belum terwujud ini?"

Suara itu kembali berujar.

"Berbaringlah, lalu tutuplah matamu. Bukalah ketika suaraku tak terdengar lagi." Hamba ikuti keinginannya. Hamba tutup mata hamba, dan berbaringlah. Riangnya hati
hamba, sebentar lagi hamba akan berjumpa dengan istri sempurna. Jodoh hamba akan hadir. Ah, suara itu hening.

Hamba mulai memicingkan mata. Hamba lihat di sekeliling. Mengapa yang terlihat hanya gumpalan-gumpalan tanah yang kecoklatan? Mengapa begitu sejuk? Kemudian hamba melihat
pakaian hamba. Putih! Semua serba putih. Bukankah ini kain kafan? Alam barzah, pikir hamba. Lalu hamba melihat sesosok tubuh datang menghampiri, begitu bercahaya, cantik
rupawan.

"Siapa anda?"

"Hamba adalah amalan anda. Hamba tercipta dari anda, istri sempurna yang anda ciptakan sendiri. Menikahlah dengan hamba, sambil menunggu semua manusia kembali ke
alam sunyi ini."

Begitulah kabar hamba kali ini. Ada lagi yang mau mencari istri sempurna?

^Back to Top^

Berfikir Tentang Hati Manusia

[Daarut-Tauhiid]


Manusia memanglah makhluk yang aneh. Di dalamnya ada sekerat daging yang jika dia baik maka baik pula seluruhnya. Sebaliknya jika sekerat daging itu jelek maka seluruhnya menjadi jelek pula. Dialah hati. Jadi hati adalah semacam centre of activities. Kita harus hati-hati benar terhadap pengaruh yang ditimbulkan hati ini. Dia bisa terbolak balik, kadang menjadi sangat bagus, akan tetapi kadang pula menjadi sangat jelek. Sifat-sifat egois, mau menang sendiri, ambisius adalah sifat-sifat dari hati yang kadang tanpa kita sadari bukannya kita berusaha untuk mengendalikannya akan tetapi justru kita yang terkendalikan. Dan sejauh mana kita berusaha untuk mengendalikan hati ini, maka sejauh itu pula kita diberi reward ataupun punishment dari Allah berupa pahala dan dosa. Tentunya dengan kelipatan sesuai dengan Maha Pengasih dan PenyayangNya.

Satu hal yang perlu kita ingat, (tentunya dengan tanpa berusaha menafikan takdir dan kekuasaan Allah), bahwa kita bisa mengendalikan hati. Baik itu hati kita sendiri maupun hati orang lain. Cobalah anda olok-olok seseorang. Jika dia tersinggung, itu telah menunjukkan kepada kita bahwa kita telah berhasil mempengaruhi hatinya. Coba pula anda sanjung seseorang. Jika dia merasa bangga dan senang, itu pula telah menunjukkan bahwa hatinya telah kita pengaruhi. Coba pula membaca buku yang sangat menyentuh perasaan, jika anda ikut larut maka sudah terpengaruhlah hati anda. Cobalah untuk merenungi suatu peristiwa, jika anda ikut larut maka sudah terpengaruh pulalah hati anda. Indikasinya adalah perubahan dari semula pada posisi tertentu menjadi posisi yang lain. Jika dianalogkan dengan gaya, maka resultannya telah berubah. Sudah tidak pada posisi semula.

Dalam konsep Islam, untuk merubah seseorang menjadi sesuai dengan keinginan kita, maka seranglah hatinya. Dia akan tidak berkutik lagi. Jika hatinya sudah kena, maka dengan segala kesadaran dia akan mengikuti apapun yang kita inginkan, meski sinyalemen ini tidak sepenuhnya teruji, karena di sana masih ada akal pikiran yang turut mempengaruhi juga. Korelasi antara hati dan akal pikiran sangatlah kuat dan besar, utamanya bagi mereka yang lumayan intelek.

Berikut pembahasannya.

Orang bisa saja memerintah seseorang dengan kekuasaannya terhadap seseorang untuk mengikuti apa yang dikehendakinya. Akan tetapi perintah itu hanya akan dia laksanakan karena keterpaksaan, mungkin karena takutnya akan diambil sebagian haknya, ex: nyawanya, anaknya, kelangsungan hidupnya, ataupun apapun yang dia merasa mencintainya. Konsep ancaman (kalau boleh saya katakan demikian, red) yang coba untuk dia terapkan seperti itu tidak akan langgeng. Kekuasaan atas orang lain baginya hanya akan selintas saja.

Begitu ada kesempatan untuk melepaskan diri dari itu maka orang lain itu akan segera berusaha untuk lepas. Islam berbeda. Untuk mendapatkan kekuasan atas orang lain (mengendalikan), harus ditaklukkan sisi hati dia yang terdalam. Yang mana sisi ini tidak akan bisa di lawan begitu saja oleh sisi hati yang lain (yang tentunya lebih luar), karena memang sisi inilah yang bertalian langsung dengan Sang Penciptanya. Yakni sisi keinginan untuk mencari kebenaran dari Tuhannya, Sang Penciptanya. Sisi pencarian kepada Tuhan.

Ketika hati sudah membenarkan apa yang kita sampaikan, maka disitulah dirinya sudah kita dapatkan. Akan tetapi dapatnya kita atas dia itupun sesungguhnya bukanlah murni hasil kita, akan tetapi adalah kepunyaan Sang Pencipta, karena dengan cara yang Dia tetapkanlah kita mendapatkan hatinya. Jadi follow up dari usaha kita itupun harus dengan menggunakan syariatNya. Ketika sudah ada perasaan ini adalah usahaku, maka disitu pula kita sudah melenceng dari syariatNya, karena tuntunanNya tidaklah demikian.

Bahwa hidayah itu dari Dia. Ketika sudah ada perasaan dalam diri kita untuk memanfaatkan keuntungan ini untuk diri sendiri, maka disitu pulalah kita sudah jatuh dan menjadikan indikasi awal kejatuhan kita ke lembah yang lebih dalam lagi pada waktu-waktu selanjutnya. Karena sesungguhnya tidak ada kekuasaan manusia atas manusia yang lain. Sesungguhnya satu-satunya yang berhak menebar kekuasaan atas makhluk hanyalah Dia. Usaha kita untuk menebar pengaruh atas manusia harus dalam koridor menebar syariatNya, agar tidak menjadikan jatuhnya kita. Hanya dengan inilah akan tercapai kebahagiaan hakiki, karena inilah yang sesuai dengan hati nurani kita
maupun hati nuraninya(yang kita pengaruhi).

Nah, jalan untuk mendapatkan hatinya itupun harus menggunakan lorong pikiran dia. Yakni alam pikiran yang sesuai dengan alam pikirannya. Karena Allah menciptakan akal pikiran pada manusia adalah sebagai alat untuk mencapai ma'rifat(mengenal) kepadaNya.
Rasulullah mampu mendapatkan begitu banyak pengikut yang selalu setia untuk mendampinginya meskipun nyawa adalah taruhannya. Karena mereka tahu bahwa apa yang dibawa oleh Rasulullah adalah kebenaran. Sebuah ajaran yang akan menghubungkan dia dengan Tuhannya. Ini sudah mereka rasakan. Tidak akan mungkin seseorang dengan tanpa tipu daya dari setan(musuh yang nyata bagi manusia) mampu mempengaruhi dan mengendalikan manusia. Akal mampu melogika, lalu membenarkan. Karena sesungguhnya apa yang dibawa oleh Rosulullah adalah kebenaran yang datang dari Sang Pencipta dan Pengatur atas hambaNya (yakni hambaNya yang bernama manusia) yang mana pasti sesuai dengan hati dari manusia tersebut, karena Dia pulalah yang sudah mensetting hati
manusia ini dengan apa yang akan Dia risalahkan kepada nabiNya, Muhammad.
Bahkan seorang kafir sekalipun sebenarnya mengakui akan kebenaran Al Islam. Akan tetapi dia tetap saja tidak bergeming untuk mengimani itu karena potensi hatinya yang lain, yakni hawa nafsunya telah tersalurkan kepada hal yang salah tanpa dia berusaha untuk mengendalikannya ke arah kebaikan dan Nur Ilahi. Karena dia tidak berusaha untuk itu maka setanpun senang dan menungganginya dengan segala kenikmatan dan kebahagiaan sesaat dengan membumbu-bumbuinya dengan segala rasa, sehingga akhirnya mampu menjerumuskannya ke lembah kecelakaan, na'udzubillah tsumma na'udzubillah
min dzalik.

Untuk menaklukkan hati manusia sebenarnya gampang saja. Seseorang dengan memberikan perhatian kepada seseorang, lambat laun akan takluk juga hatinya. Ini fitrah hati.
Seorang murabbi hendaknya memaksimalkan potensi ini dalam rangka merebut dan menguasai hati anak buahnya untuk ber-Islam secara kaffah. Sesudah itu hendaknya pula janganlah sampai si murabbi terkena ambisi pribadi untuk mengarahkan anak buahnya itu sesuai dengan kemauannya, akan tetapi hendaknya sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Allah melalui petunjuk dalam Al Qur'an yang mulia. Karena kalau sampai dia berbuat demikian(dengan ambisi pribadinya), maka inilah indikasi awal kejatuhannya. Penguasaan atas si anak buah menjadi tidak atas koridor ajaranNya. Menjadikan tidak
singkron lagi dengan hati nuraninya. Si anak buah yang sudah tersibghoh Islam itupun bisa-bisa lari. Karena mulai menemukan kejanggalan.

Seorang pemuda dalam rangka untuk mendapatkan gadis yang dicintainya biasanya banyak menggunakan trik "perhatian" ini untuk menaklukkan hati si wanita pujaannya itu. Memberikan bunga, surat-surat godaan, selamat, bahkan sampai dengan seringnya menelepon adalah bentuk-bentuk dari perhatian itu. Dan lama kelamaan jika dari sononya si gadis itu memang lemah hatinya, maka dengan gampang saja akan terpikat. Akan tetapi jika hatinya kuat(ketahanan yang bagus), si pemuda harus dengan tenaga ekstra untuk mendapatkannya.

Perlu perhatian dengan trik-trik khusus. Harus tahu ilmunya. Akan tetapi satu hal yang harus diperhatikan pula dari kasus ini adalah motivasi. Dalam kasus di atas, seorang pemuda yang kurang tersibghoh dengan agama(Islam), maka motivasi dia mengejar-ngejar gadis idamannya adalah bukan karena Allah semata. Bisa jadi karena kecantikannya, hartanya, popularitasnya dsb. Atau bahkan bisa jadi pula hanya demi untuk mengejar trend dan budaya yang berkembang saat itu, misalnya saja budaya pacaran. Takut akan dikatai tidak laku jika tidak pacaran. Hal ini malah sama saja
dengan bunuh diri baginya. Karena hal ini tidak akan singkron dengan hati nuraninya(sisi hati yang sesuai dengan syariat Allah). Mungkin bisa jadi tetap saja diterima oleh si gadis. Akan tetapi jelas penerimaan si gadis itu pasti bukan atas dasar hati nuraninya akan tetapi mungkin saja karena nafsu belaka. Karena ketampanan si pemuda, misalnya, atau kegagahannya, hartanya dsb. Dan hubungan laki-laki dan perempuan semacam ini tentu tidak akan menghasilkan kebahagiaan hakiki karena tidak sesuai dengan yang dikehendakiNya. Hanya kebahagiaan sesaat. Kebahagiaan jangka pendek. Lalu muspro hilang entah kemana kebahagiaan itu. Jangankan sampai akhirat, di
dunia saja mungkin belum begitu lama saja sudah hilang.

Lihatlah perceraian yang begitu ngetrend di kalangan selebritis. Maka dari itu hendaknya dalam kasus seperti ini, dalam mengejar(berburu) gadis atau pemuda(maaf, jika bahasanya terlalu kasar, red), hendaknya hanya untuk mecari ridho Allah semata. Jika Allah ridho maka tidak akan ada ganjalan yang berarti untuk ditaklukkan. Justru menjadi suatu tantangan tersendiri baginya yang dimotivasi langsung oleh Allah dalam Al Qur'an dengan "Kuntum Khoiru ummah...".pasti mampu mengatasi semuanya. Jadi
menjadikan dirinya mendapatkan dorongan semangat tersendiri dari Allah.
Menjadikan dirinya merasa benar-benar diperhatikan oleh Sang Pecipta dan Pengatur segala kebutuhannya.

Soal kecocokan dalam sifat dan sikap yang lainnya itu tentu tidak lepas dari ketentuan Allah yang lain, yakni: jodoh itu sudah ditetapkan atas tiap seseorang. Jadi ini adalah peranan yang sangat penting pula dalam jadi ataukah tidak jadi dengan seseorang yang diidamkan. Jadi untuk memperbesar peluang kita dalam bercita-cita untuk mendapatkan kekasih yang istiqomah dijalanNya, hendaknya gunakan pula cara-cara yang sesuai dengan yang dikehendakiNya. Jangan sekali-kali terpengaruh dengan cara- cara yang tidak ada sumbernya dari ajaranNya. Jangan pernah berpikir yang penting dapat dulu, baru kemudian agama bisa diupgrade nantinya, bisa sama-sama taubat.

Adalah pemikiran konyol. Demikian juga sebaliknya, jika ingin mendapatkan gadis yang tidak berusaha istiqomah di jalanNya(mungkin hanya karena keinginan akan kecantikannya, hartanya dsb), maka jangan gunakan caraNya. Tidak akan pernah nyambung. Tapi satu hal yang perlu diingat bahwa di luar keistiqomahan di jalanNya
itu, semuanya tidak akan pernah membawa kebahagiaan hakiki kepada kita baik di dunia maupun di akhirat. Suami istri yang menjalani pernikahan tanpa atas dasar cinta kepadaNya, jika bahagia hanyalah kebahagiaan sesaat. Dan ancaman bubar itu akan selalu bergelayut di atap rumah mereka.

Wahai para pemuda dan pemudi yang ingin menikah, tunaikanlah keinginan kalian melalui cara yang sesuai dengan syariatNya. Dengan menancapkan keinginan hanya kepada apa yang disukai Allah maka segalanya akan beres. Karena pada dasarnya itulah yang sesuai dengan hati kita yang paling dalam dan suci, yakni hati nurani. Karena hati nurani
pasti sesuai dengan syariat Islam karena memang sudah disetting untuk itu.
Mungkin hanya kadang-kadang hati nurani ini terlalu banyak tertutupi oleh hawa nafsu yang tidak kita kendalikan sehingga menghalangi cahayaNya untuk masuk dan bereaksi dengan hati nurani ini. Jadi kendalikankanlah hawa nafsu sesuai dengan hati nurani dan cahayaNya. Dihancurkan dari luar dan dalam. Jika cahayaNya telah bereaksi dengan hati nurani ini, maka sungguh akan tercapai suatu perpaduan yang akan menimbulkan kekuatan yang luar biasa yang akan mampu menghancurkan apapun juga yang tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah. Menjadikan manusia yang memperoleh reaksi ini tanpa punya rasa takut kepada apapun juga. Dia hanya tunduk dan patuh kepada Tuhannya.

Pesan terakhir:
ISTIQOMAHLAH DI JALANNYA. BERHATI-HATILAH AKAN KEINGINAN HAWA NAFSU. JALANI HIDUP SESUAI DENGAN SYARIATNYA. TEGUHKAN HATIMU DI SANA, LALU BERTAWAKALLAH KEPADANYA.

Wallahu a'lam bishowab.

^Back to Top^